Super fluor diperkenalkan pertama kali oleh Miriam Krantz di Nepal. Dan sudah dipakai di Nepal sejak lama, banyak pihak-pihak yang menggunakannya untuk memperbaiki status gizi anak-anak balita di Nepal. salah satu contohnya Children Super Flour Fund.
Masalah yang sering ditemukan dilapangan adalah jumlah waktu yang tersedia bagi ibu-ibu/pihak yang diberi tanggung jawab untuk mengurus anaknya. Sehingga waktu untuk menyiapkan makanan bergizi bagi anak-anak menjadi tidak cukup. Penggunaan bahan makanan anak balita siap saji yang dijual dipasaran, masih sulit karena banyak keluarga yang tidak mampu untuk membelinya dalam jumlah yang cukup dan kontinyu. Singkatnya, Super flour dapat menjadi makanan untuk anak balita di Indonesia dengan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat.
Shanti mencoba membuatnya dari kacang hijau, kacang kedele, dan jagung. Semua disangrai dan digiling, sehingga bentuk akhirnya adalah tepung. Apabila diinginkan, jagung bisa diganti dengan beras. Shanti juga mencoba membuat tepung dari ikan asin, yang bisa ditambahkan ke makanan anak balita, tetapi ternyata baunya sangat menyengat, dan diperkirakan anak balita tidak akan menyukainya. Sehingga tepung ikan asin tidak jadi diuji coba.
Makanan ini bergizi dan berharga murah, sehingga bisa dipakai didesa-desa, anak balita dapat makanan bergizi tanpa beban tambahan yang berat bagi keluarga. Makanan ini bisa dibuat oleh kelompok masyarakat seetempat yang berminat, dan bisa menjualnya dengan harga terjangkau disekitar tempat tinggalnya.
Shanti sudah membuat contoh diatas dan bulan Desember 2020 diuji coba di daerah Kupang. Contoh tepung dibawa oleh staf Shanti yang sedang pulang ke Kupang. Uji coba yang dilakukan terutama untuk rasa, Shanti ingin tahu apakah anak balita menyukai rasanya. Hasil uji coba ini akan menjadi dasar untuk memperbaiki tepung ini dikemudian hari sehingga disukai oleh anak Balita.
Sejumlah bungkus yang disiapkan |
Keterangan pada bungkus |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar