Minggu, 18 Oktober 2015

Assessment ke Pulau Palue, Sikka

Pada tanggal 25 September – 3 Oktober, Shanti berkunjung ke pulau palue di kabupaten sikka. Shanti mencoba mengumpulkan data dari pihak-pihak lain, seperti dinas peternakan kab sikka, Caritas maumere, dan beberapa orang pastor setempat, sebelum berangkat ke Palue. Shanti juga membawa beberapa lampu solar cell dan penyaring air untuk diperkenalkan kepada pihak-pihak di sikka.

Masyarakat Palue ramah dan terbuka kepada pendatang baru. Kami tidak mengalami kesulitan untuk berdiskusi dan melihat-lihat situasi. Romo Lexi sangat membantu dalam merencanakan perjalanan, pak Charles sangat membantu kami selama berkeliling di pulau Palue. Laporan lengkap akan dibuat terpisah.

Ringkasan informasi yang didapatkan adalah sebagai berikut:
Listrik
  • Kebanyakan masyarakat Palue menggunakan generator untuk mendapatkan listrik. Generator ini hanya dinyalakan ketika malam hari, untuk beberapa jam saja.
  • Menurut informasi dari semua pihak, masih banyak rumah masyarakat yang tidak memiliki listrik karena tidak dapat membeli generator, atau tidak mau/mampu membayaran iuran bersama, ataupun karena generator sudah rusak.
  • Kami melihat rata-rata rumah sudah memiliki kabel listrik, tetapi menurut masyarakat, tidak ada listrik yang mengalir karena generator tidak bekerja.
  • Pernah ada bantuan dari Ausaid, berupa solar panel yang cukup besar, sekitar 100 watt, tetapi saat ini sudah tidak berfungsi, kecuali yang berada di rumah pak Charles. Pada saat itu, paket yang diberikan berisi solar panel, regulator, aki, dan beberapa lampu neon. Panel surya masih ada yang disimpan oleh penduduk. Aki dapat dikatakan sudah tidak ada lagi. Lampu neon yang masih menyala ditemukan dirumah pak Charles.
  • Pedagang yang menggunakan perahu sering datang ke Palue, dan menjual beragam lampu yang menggunakan solar panel kecil. Harga lampu sekitar Rp. 400.000,- - Rp. 600.000,- dan masyarakat bisa membelinya dengan cara barter dengan sarung tenun. Rata-rata semua rumah paling tidak sudah memiliki salah satu/lebih jenis lampu ini.
  • PNPM pernah mempunyai program untuk pengadaan generator kepada desa, beserta jalur kabelnya. Tetapi, walaupun saat ini kabel masih terpasang pada rumah-rumah, tidak ada listrik, karena menurut kepala desa, sulit untuk menagih pembayaran kepada masyarakat. Oleh karena tidak ada uang kas, maka tidak bisa membeli bahan bakar, dan generator sekarang sudah tidak berfungsi lagi.
  • Seorang penduduk, bernama pak willem, dikenal bisa membetulkan generator yang rusak.
  • Bahan bakar generator dibeli dari Maumere, dengan harga bervariasi antara Rp. 7.000 – 20.000.


Air bersih
  • Tidak ada mata air ataupun sungai di pulau Palue.
  • Masyarakat mengandalkan air hujan sebagai sumber air bersih. Cukup banyak rumah yang memiliki bak penampung dari semen ataupun fiber. Tetapi hanya sedikit masyarakat yang memiliki bak penampung berukuran besar, sehingga persediaan air tidak cukup untuk kebutuhan jangka waktu lama, dan ketika musim kemarau, masyarakat kesulitan untuk mendapatkan air bersih.
  • Terdapat beberapa sumur warga (sumur gali), air jernih, tetapi tidak semua mengandung air tawar. Apabila terpaksa, maka sumur-sumur ini menjadi sumber air bersih untuk semua keperluan rumah tangga.
  • Tanah di beberapa wilayah didekat gunung Rokatenda, mengeluarkan uap air. Penduduk memanfaatkan uap air ini dengan membuat alat suling sederhana menggunakan bambu. Debit air yang dihasilkan tidak banyak, 1 jerigen memerlukan waktu 1 hari 1 malam. Ketika dicoba diminum, air ini tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mempunyai rasa. Sehingga sekilas kelihatannya memenuhi syarat untuk air minum. Belum ada yang pernah membawa contoh air untuk diperiksa di laboratorium.
  • Beberapa penduduk, termasuk Paroki, juga membeli air minum gallon dari maumere. Transportasi dari dan ke Palue hanya tersedia dengan perahu sederhana terbuat dari kayu dengan waktu tempuh sekitar 4-5 jam dari Maumere, dan mempunyai jadwal 3 kali seminggu. Tersedia juga perahu perintis yang berukuran lebih besar dan terbuat dari besi, tetapi hanya berfungsi dengan jadwal terbatas. Alternatif lain adalah dengan menggunakan perahu nelayan dari Ropa (di daerah kab ende) untuk menyebrang menuju Palue. Tetapi jarak tempuh Maumere – Ropa membutuhkan waktu sekitar 2-3 jam dengan jalan berliku-liku. Alternatif lain lagi adalah menggunakan speedboat milik beberapa pihak di Maumere, yang dapat mencapai Pulau Palue dalam waktu sekitar 1 jam, tetapi membutuhkan biaya yang lebih besar.
  • Satu buah alat filter yang berasal dari dinas PU, berada di dekat paroki Uwa. Alat ini sudah dipergunakan cukup lama, menyaring air sumur yang asin menjadi air tawar. Pada saat kami berkunjung, alat ini tidak berfungsi karena sistim listriknya tidak berfungsi dan masih menunggu untuk diperbaiki. Menurut ibu penjaganya, pada saat baru, alat ini bisa menyaring sekitar 20 galon (sekitar 400 liter) air selama 1 hari. Saat ini kapasitas alat tersebut sudah sangat mengecil, dan harus menghubungi bandung untuk perbaikan. Untuk mendatangkan petugas dari bandung, masyarakat/desa harus menyediakan transportasi dll.
  • Kepala desa Reruwairere bisa menyediakan lahan untuk lokasi alat filter air laut. Walaupun begitu, persetujuan dari tokoh adat/desa dibutuhkan untuk proses ini.
  • Banyak lokasi desa terletak jauh dari pantai, sehingga ongkos ojek untuk membawa air akan lebih mahal dari harga airnya sendiri. Salah satu alternative adalah menggunakan sepeda motor roda tiga, yang bisa mengangkut beberapa gallon/tanki air. Masih belum diketahui apakah sepeda motor roda tiga ini mampu digunakan di daerah pegunungan, karena jalan menuju lokasi-lokasi tersebut cukup terjal.
  • Masyarakat menyanyakan apakah ada cara untuk mengubah air hujan menjadi air minum. Ketika musim hujan, masyarakat tidak dapat memasak air untuk air minum karena semua kayu menjadi basah.
  • Pak Charles memberikan informasi bahwa beberapa waktu yang lalu, ada kelompok yang berkunjung ke Palue dan memberitahukan terdapat beberapa air sungai bawah tanah yang mengalir dibawah pulau Palue. Titik paling dekat dengan permukaan tanah berada pada koordinat S08.30011 E121.72254, dengan kedalaman beberapa puluh meter. Belum pernah ada yang mencobanya, dan tidak diketahui bagaimana pengaruhnya pada gunung Rokatenda bila dicoba dibuat sumur bor dalam.

Lainnya
  • Hasil pertanian dari pulau Palue cukup banyak. Tetapi hanya dijual di maumere sebagai bahan mentah. Beberapa hasil utama dari pulau Palue adalah kopra, jambu mete, ubi, serta pisang. Air kelapa, batok kelapa, sabut kelapa belum dimanfaatkan secara maksimal. Buah jambu mete biasanya dibuang atau digunakan sebagai makanan babi peliharaan. Menurut informasi masyarakat, jumlah buah yang dibiarkan busuk cukup banyak jumlahnya, termasuk didalamnya adalah buah jambu mete.
  • Universitas Indonesia pernah mengadakan KKN di pulau Palue, dan mengajarkan mengolah kelapa menjadi minyak. Beberapa masyarakat sudah melakukannya, tetapi terbatas hanya untuk keperluan rumah tangga.
  • Masyarakat tertarik sekali dengan pelatihan-pelatihan, misalnya membuat gula merah dari kelapa, yang dapat meningkatkan penghasilan mereka.
  • Kami menghibahkan 2 buah lampu kecil bersolar panel kepada Romo Lexi dan pak Charles untuk dicoba dan ditunjukkan kepada masyarakat serta warung sekitar. Kelihatannya Romo maupun pak Charles sangat antusias terhadap fungsi kedua lampu tersebut, juga terhadap harganya.
  • Ketika berkunjung ke desa Lei, diberitahukan ada sebuah SD yang membutuhkan bantuan perbaikan. SD ini masih berhubungan dengan keuskupan Maumere. Oleh karena kami tidak bekerja di bidang infrastruktur, maka kami memberikan informasi ini kepada Caritas Maumere, mungkin mereka bisa membantu.
  • Selama berkunjung ke Palue, kami melihat cukup banyak penduduk yang memanfaatkan radio komunikasi. Salah satu penduduk, pak Charles, merupakan anggota Orari dengan call sign YD9CHS. Kami juga mencoba berkomunikasi dari perahu, dan masih bisa berkomunikasi dengan palue dari jarak + 20km dari pulau. Menurut pak Charles, mereka bisa berkomunikasi dengan maumere melalui repeater milik PMI.
Berdasarkan semua temuan-temuan yang kami dapatkan selama kunjungan, maka kami akan berdiskusi internal dan memutuskan apa yang dapat kami lakukan untuk membantu masyarakat di pulau Palue. Semua kemungkinan masih terbuka, termasuk bekerjasama dengan LSM lain, seperti Kopernik dan Caritas Maumere.



Suasana pantai/dermaga Palue

Perahu Maumere - Palue

Suasana didalam perahu

Kunjungan ke kecamatan Palue

Ngobrol dg warga desa

Filter air payau yg sudah ada

Menyuling uap air dari tanah

Beberapa jenis lampu bersolar panel


Menenun tradisional

Tangki fiber yang banyak dimiliki warga