Selasa, 05 September 2023

Super flour modifikasi 1

Pada bulan Desember 2020 lalu shanti mencoba membuat tepung super flour. Ide tersebut dulunya muncul berdasarkan pengalaman di lapangan, di mana kasus kurang gizi banyak terjadi di berbagai daerah terutama pedesaan dan daerah terpencil.

Shanti mencoba membuat tepung bergizi siap saji, sebagai solusi untuk permasalahan sulitnya mendapatkan atau mahalnya bahan makanan bergizi. Harapannya, tepung ini menjadi makanan pendamping ASI yang murah, mudah didapatkan, mudah disajikan serta mampu memenuhi kebutuhan gizi balita.

Pada saat itu, tepung super flour dibuat dari kacang kedelai, kacang hijau dan jagung. Tepung diuji coba rasanya terhadap beberapa anak di Desa Fatukanutu. Kabupaten Kupang pada tahun 2020. Hasilnya, anak – anak kurang suka dengan rasa makanan tersebut. Oleh karena itu, Shanti memikirkan kembali cara memperbaiki tepung agar disukai anak balita.

Karena rasanya tidak disukai anak - anak, Shanti mengganti jagung dengan kelapa dan menambahkan tepung ubi ungu. Pertimbangannya, kelapa memiliki rasa gurih, sedangkan ubi ungu memiliki rasa yang sedikit manis. Harapannya bahan ini bisa menambah rasa tepung sehingga lebih disukai anak – anak.

Kali ini Shanti menggunakan mesin gilingan tepung yang biasanya digunakan di pasar. Agar tepung yang dihasilkan lebih halus dan lebih cepat dibandingkan blender biasa. Blender yang dahulu digunakan tidak cukup kuat sehingga pisaunya menjadi patah. Grinder yang sekarang digunakan jauh lebih kuat untuk menggiling biji-bijian.

Cara Pembuatan :

Kacang hijau dan kacang kedelai yang sudah kering dan sudah dibersihkan kulit arinya. Kedua bahan masing – masing disangrai secara terpisah, lalu digiling sampai halus. Sedangkan tepung ubi ungu dibeli yang sudah jadi.

Waktu yang dibutuhkan untuk menyangrai kacang kedelai sekitar 18 – 20 menit, dengan api kecil. Untuk menyangrai kacang hijau dengan api kecil selama 20 – 25 menit. Sementara waktu untuk menyangrai kelapa parut dibutuhkan sekitar 30 – 35 menit, dengan api paling kecil dan diaduk terus agar warnanya tetap bagus.

Percobaan pertama menggunakan tepung kedelai, tepung kacang hijau, dan kelapa parut. Hasilnya dicoba, ternyata kelapa parut sangat membantu memperbaiki rasanya. Walaupun begitu, kelapa parut juga membuat makanan menjadi lebih “seret”, terasa ada yang menyangkut di mulut. Hal ini dapat menjadi masalah dengan anak-anak ketika makan.

Shanti mencoba menggiling kelapa parut yang sudah disangrai tersebut. Tetapi proses penggilingan mengeluarkan minyak, sehingga tidak bisa dipakai. Shanti juga mencoba menggunakan blender, hasilnya masih bisa digunakan karena tidak terbentuk minyak, tetapi rasa “seret” masih belum hilang juga.

Sehingga, Shanti mengganti lagi kelapa parut dengan ubi ungu (tepung kacang hijau, tepung kedelai, dan tepung ubi ungu). Hasilnya kurang gurih dibandingkan dengan memakai kelapa parut, tetapi muncul rasa manis yang samar dari ubi ungu. Setelah ini, Shanti mengemas hasil akhirnya dan membagikan ke beberapa pihak untuk dicoba.

Shanti mencampurkan tepung kedelai, tepung kacang hijau dan tepung ubi ungu masing – masing sebanyak 150 gr. Setelah tercampur semuanya, tepung dimasukkan ke dalam bungkusan plastik berisi 75 gr.

Shanti masih perlu waktu untuk menguji coba rasa tepung, apakah akan disukai oleh anak balita atau tidak. Selain itu, Shanti juga perlu menguji coba kandugan gizi tepung untuk mengetahui apakah mampu memenuhi kebutuhan gizi balita.